Minggu, 28 Mei 2017

Rekam Medis dan Informed Consent

REKAM MEDIS
1. Pengertian Rekam Medis
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan, yang diperbaharui dengan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medis menyatakan rekam Medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta.
Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.
Sedangkan menurut Huffman EK, 1992 rekam medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup untuk menemukenali (mengidentifikasi) pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.
2. Tujuan Rekam Medis
Tujuan rekam Medis berdasarkan Hatta (1985) terdiri dari beberapa aspek diantaranya aspek administrasi, legal, finansial, riset, edukasi dan dokumentasi, yang dijelaskan sebagai berikut:
  1. Aspek administrasi. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena isinya meyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenag medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
  2. Aspek Medis. Suatu berkas rekam Medis mempunyai nilai Medis, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan /perawatan yang harus diberikan seorang pasien.
  3. Aspek Hukum. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan.
  4. Aspek keuangan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang karena isinya menyangkut data dan informasi yang dapat digunakan dalam menghitung biaya pengobatan/tindakan dan perawatan.
  5. Aspek penelitian. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
  6. Aspek pendidikan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan/ kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran di bidang profesi kesehatan.
  7. Aspek dokumentasi. Suatu berkas reka medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan sarana pelayanan kesehatan.
3. Fungsi Rekam Medis
Fungsi rekam medis dijelaskan berdasarkan tujuan rekam Medis di atas, yang dijelaskan sebagai berikut, yaitu sebagai:
  1. Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
  2. Bahan pembuktian dalam perkara humum;
  3. Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan;
  4. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan; dan
  5. Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Karena fungi rekam Medis inilah, maka di negara-negara besar atau di negara-negara maju telah ditentukan satu standar baku pembuatan reka m medis yang mencerminkan kualitas/mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan pada pengguna pelayanan kesehatan.
4. Manfaat Rekam Medis
Manfaat rekam medis berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medis adalah sebagai berikut:
  1. Pengobatan. Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien
  2. Peningkatan Kualitas Pelayanan. Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
  3. Pendidikan dan Penelitian. Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
  4. Pembiayaan Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien
  5. Statistik Kesehatan Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit- penyakit tertentu
  6. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
      
    5. Kelengkapan Rekam Medis Rumah Sakit
    Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut:
    1.      Pasien Rawat Jalan
    Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
    a)      Identitas Pasien
    b)      Tanggal dan waktu.
    c)      Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
    d)      Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.
    e)      Diagnosis
    f)       Rencana penatalaksanaan
    g)      Pengobatan dan atau tindakan
    h)      Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
    i)        Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan
    j)        Persetujuan tindakan bila perlu.

    2.      Pasien Rawat Inap
    Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
    a)      Identitas Pasien
    b)      Tanggal dan waktu.
    c)      Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
    d)      Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
    e)      Diagnosis
    f)       Rencana penatalaksanaan
    g)      Pengobatan dan atau tindakan
    h)      Persetujuan tindakan bila perlu
    i)        Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan
    j)        Ringkasan pulang (discharge summary)
    k)      Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan ksehatan.
    l)        Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
    m)    Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik
    3.      Ruang Gawat Darurat
    Data pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
    a)      Identitas Pasien
    b)      Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
    c)      Identitas pengantar pasien
    d)      Tanggal dan waktu.
    e)      Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
    f)       Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
    g)      Diagnosis
    h)      Pengobatan dan/atau tindakan
    i)        Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut.
    j)        Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan.
    k)      Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain dan
    l)        Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.

    4.      Contoh Data-data Identitas Pasien antara lain:
    a)      Nama :
    b)      Jenis Kelamin :
    c)      Tempat Tanggal lahir :
    d)      Umur :
    e)      Alamat :
    f)       Pekerjaan :
    g)      Pendidikan :
    h)      Golongan Darah :
    i)        Status pernikahan :
    j)        Nama orang tua :
    k)      Pekerjaan Orang tua :
    l)        Nama suami/istri :

    INFORMED CONSENT
    Informed Consent  adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan dari persetujuan tindakan medik. Informed Consentterdiri dari dua kata yaitu Informed dan. Informed diartikan telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan danConsent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dariinformed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.
    Pengertian Informed Consent oleh Komalawati ( 1989 :86) disebutkan sebagai berikut :“Yang dimaksud dengan informed Consent adalah suatu kesepakatan/    persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukanuntuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.”

    1. Fungsi Informed Consent
    Dilihat dari fungsinya, informed consent memiliki fungsi ganda, yaitu fungsi bagi pasien dan fungsi bagi dokter. Dari sisi pasien, informed consent berfungsi untuk :
    1.      Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas pilihannya berdasarkan pemahaman yang memadai
    2.      Proteksi dari pasien dan subyek
    3.      Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
    4.      Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi diri sendiri (self-Secrunity)
    5.      Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional
    6.      Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan penyelidikan biomedik). Guwandi (I), 208 Tanya Jawab Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent). (Jakarta : FKUI, 1994), hal.2
    “Sedangkan   bagi   pihak   dokter,   informed   consent   berfungsi    untuk membatasi   otoritas   dokter   terhadap   pasiennya.”Ibid , hal 3.
    Sehingga   dokter   dalam melakukan tindakan medis lebih berhati-hati, dengan kata lain mengadakan tindakan medis atas persetujuan dari pasien.
    “Adapun tujuan dari Informed consent menurut jenis tindakan dibagi atas tiga yaitu bertujuan untuk penelitian, mencari diagnosis dan untuk terapi.” Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, (Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, 2001), hal.45

    2. Petugas Pemberi Informasi kepada Pasien
    Menurut  PERMENKES NO. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran,  sebelum dilakukan suatu tindakan kedokteran, dokter wajib memberikan informasi langsung  kepada pasien/keluarga terdekatnya baik diminta maupun tidak diminta.
    Dilihat dari isi Permenkes tersebut, harus difahami sungguh-sungguh, bahwa :
    1.      Tanggung jawab memberikan informasi sebenarnya berada pada dokter yang akan melakukan tindakan medis, karena hanya dia sendiri yang tahu persis tentang masalah kesehatan pasien, hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medis tersebut, dan tahu jawabannya apabila pasien bertanya.
    2.      Tanggung jawab tersebut memang dapat didelegasikan kepada dokter lain, perawat, atau bidan, hanya saja apabila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi oleh yang diberi delegasi, maka tanggung jawabnya tetap pada dokter yang memberikan delegasi.

    Oleh karena itu, hendaknya para dokter hanya mendelegasikan jika sangat terpaksa. Dan itupun hanya kepada tenaga kesehatan yang tahu betul tentang problem kesehatan pasien, sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat apabila ada pertanyaan dari pasien.
    Dibeberapa negara maju, tanggungjawab memberikan informasi ini merupakan tanggung jawab yang tidak boleh didelegasikan. (non-delegable-duty)

    3. Pasien yang berhak dan tidak berhak mendapat informasi
    Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju maupun tidak setuju. Syarat seorang pasien yang boleh memberikan pernyatan, yaitu :
    1.      Pasien tersebut sudah dewasa.
    Masih terdapat perbedaan pendapat pakar tentang batas usia dewasa, namun secara umum bisa digunakan batas 21 tahun. Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah menikah termasuk kriteria pasien sudah dewasa.
    2.      Pasien dalam keadaan sadar
    Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal lain. Berarti, pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar.
    3.      Pasien dalam keadaan sehat akal.
    Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri, apabila dia memenuhi 3 kriteria diatas, bukan orang tuanya, anaknya, suami/istrinya, atau orang lainnya. Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia tidak berhak untuk menentukan dan menyatakan persetujuannya terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya. Dalam hal seperti ini, maka hak pasien akan diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya. Misalnya pasien masih anak-anak, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya, atau paman/bibinya, atau urutan wali lainnya yang sah. Bila pasien sudah menikah, tapi dalam keadaan tidak sadar atau kehilangan akal sehat, maka suami/istrinya merupakan yang paling berhak untuk menyatakan persetujuan bila memang dia setuju.
    4.      Hak suami/istri pasien 
    Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai suami-istri, maka pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medisnya harus melibatkan persetujuan suami/istri pasien tersebut apabila suami/istrinya ada atau bisa dihubungi untuk keperluan ini. Dalam hal ini, tentu saja suami/istrinya tersebut harus juga memenuhi kriteria “dalam keadaan sadar dan sehat akal”.
    Beberapa jenis tindakan medis tersebut misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut.
    5.      Dalam keadaan gawat darurat 
    Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.
    Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.

    Hak untuk memberikan informed consent adalah sebagai berikut :
    1.      Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan.
    2.      Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya
    3.      Untuk pasien tidak sehat akal (walau ia sudah dewasa) adalah keluarga atau wali, atau kuratornya.
    4.      Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan, kecuali untuk tindakan medis tertentu harus disertai persetujuan pasangannya, yaitu untuk tindakan yang mempunyai pengaruh bukan saja terhadap pasien, namun juga terhadap pasangannya sebagai satu kesatuan yang utuh, dan akibatnyairreversible, Sebagai contoh adalah operasi tubectomi atauvasectomi, dalam hal operasi tersebut, maka bukan saja si istri atau si suami saja yang tidak akan mempunyai keturunan, tetapi adalah keduanya sebagai suatu pasangan. Pengecualian ini tidak berlaku untuk tindakan yang sifatnya terapetik karena penyakit pasien. Sebagai contoh adalah operasi mengangkat rahim karena kanker rahim, maka pasien tidak perlu minta persetujuan suaminya untuk memberikan informed consent.

    4. Informasi yang wajib disampaikan kepada pasien
    Materi/isi informasi yang harus disampaikan :
    1.      Diagnosis dan tata cara tindakan medis/kedokteran tersebut
    2.      Tujuan tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan
    3.      Alternatif tindakan lain, dan risikonya
    4.      Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
    5.      Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan
    6.      Perkiraan biaya

    5. Kelengkapan Informed Consent
    a)      Nama penanggung jawab
    b)      Usia penanggung jawab
    c)      Alamat penanggung jawab
    d)      Nama pasien
    e)      Usia pasien
    f)       Alamat pasien
    g)      Isi tindakan medis
    h)      Isi persetujuan/ penolakan
    i)        Tempat,  tanggal dan jam dibuat pernyataan
    j)        Tanda tangan dokter dan pembuat pernyataan



    6. Bentuk Informed Consent
    Ada dua bentuk Informed consent yaitu:
    a)      Dengan pernyataan (expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis (written); dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau normal dan dalam keadaan gawat darurat.
    b)      Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis.
    c)      Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu dokter melakukan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Implied consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain:
    ·         dengan bahasa yang sempurna dan tertulis;
    ·         dengan bahasa sempurna secara lisan;
    ·         dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan
    ·         dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan
    ·         dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.    
    7. Syarat sahnya Informed Consent dan Pembatalan
    Syarat sahnya informed consent :
    ·         Voluntary ( suka rela, tanpa unsur paksaan)
    ·         Unequivocal ( dengan jelas dan tegas)
    ·         Conscious ( dengan kesadaran )
    ·         Naturally ( sesuai kewajaran )
    ·         Voluntary maknanya bahwa pernyataan tersebut harus bebas dari tiga F, yaitu  force (paksaan), fear ( rasa takut) dan fraud ( diperdaya). Sedangkan Naturally maknanya sesuai kewajaran disrtai iktikad baik, serta isinya tidak mengenai hal-hal tang dilarang oleh hukum. Oleh sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang menyatakan bahwa ....”pasien tidak berhak menuntut atau menggugat jika terjadi sesuatu yang merugikannya”.
    Pembatalan informed consent :
    ·         Informed consent dapat dibatalkan :
    ·         Oleh pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut belum dilakukan, atau secara medis tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.
    ·         Dalam hal informed consent diberikan oleh wali atau keluarga terdekatnya, maka sepatutnya pembatalan tersebut adalah oleh anggota keluarga yang bersangkutan, atau oleh anggota keluarga lainnya yang mempunyai kedudukan hukum lebih berhak untuk bertindak sebagai wali.
    ·         Dalam hukum perdata, suami atau isteri dari pasien lebih berhak dari pada anak atau orang tuanya.

    Daftar Pustaka
    1.      Manual rekam medis/ penyusun, Sjamsuhidajat ...(et al.). ; penyunting Abidinsyah Siregar, Dad Murniah. –- Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia, 2006.
    2.      Gondodiputro , Sharon. 2007. Rekam Medis Dan sistem informasi kesehatan. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. 
    3.      Guwandi J,( 1996). Dokter, Pasien, dan Hukum, 1akarta : Balai Penerbit FKUI.
    4.      Hanafiah J; Amir A, ( 2007 ). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
    5.      Helm A, ( 2003 ). Malpraktik Keperawatan, Menghindari masalah hukum, jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
    6.      Sofwan Dahlan ( 2000). Hukum Kesehatan, Rambu-rambu bagi profesi dokter, Semarang : Badan Penerbit Universits Diponegoro.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar